5 Simple Techniques For reformasi intelijen indonesia

Wiki Article

yang memberikan keuntungan yang menentukan bagi mereka yang menguasainya. Melalui media massa intelijen bukan hanya bereaksi dan melakukan counter

One of several factors causing the extraordinary strategic intelligence ‘electric power’ was the entire control of intelligence by President Soeharto throughout the Orde Baru

Pasca reformasi 1998 lembaga intelijen menjadi sorotan berbagai kalangan. Fobia terhadap intelijen pada masa orde baru menuntut banyak pihak untuk melakukan reformasi intelijen.

Meski masih diperdebatkan apakah ancaman tersebut sifatnya harus eksternal atau bisa juga within, berbagai permasalahan ekonomi yang muncul belakangan ini bisa jadi merupakan simptom dari kinerja intelijen yang belum ajeg.

Reformasi intelijen terkait dengan kerahasiaan intelijen harus dapat memperkuat tingkat kerahasiaan rahasia intelijen agar tidak bisa diakses oleh sembarang orang atau pun consumer lain selain consumer yang memeberikan organizing dan way

Ketidakpahaman tentang fungsi intelijen terlihat dari pendapat mereka yang menginginkan agar orang yang diinterogasi oleh BIN harus didampingi oleh pengacara, sebagaimana selayaknya orang yang sedang diinterogasi oleh aparat penegak hukum. Mereka tidak mengerti bahwa intelijen (BIN, BIK, BAIS atau instansi intelijen mana saja) tidak boleh menginterogasi orang sebagaimana hal yang dilakukan oleh reserse polisi atau PNS penyidik.

Soeharto-Moerdani’s romance turned significantly tenuous to the tip in the 1980s. Soeharto, who was aware of the emergence of international and countrywide political pressures on The problem of democracy, altered his technique to safeguard his electric power by ‘embracing’ the Islamic teams that he managed to raise intelijen indonesia during the

Hal ini tentunya menuntut intelijen Indonesia, sebagai pengemban fungsi deteksi dan cegah dini, mampu mengidentifikasi kerawanan dan ancaman terhadap kewibawaan kedaulatan negara secara Expert, tanpa mengurangi prinsip-prinsip bekerja dalam diam.

Dalam sejarah perkembangan bangsa, Indonesia mengalami beberapa kali pendadakan strategis yang dampaknya cukup deadly. Beberapa pendadakan strategis tersebut antara lain:

’) or Twin-functionality of Armed Forces from the Republic of Indonesia which was sent in 1958 and later on adopted through the Soeharto administration. This idea is a means for ABRI not to be below civilian control, but simultaneously to not dominate to make sure that it will become a armed forces dictatorship. On seventeen October 1952, Nasution [and Typical Simatupang] mobilized their troops to encircle the Presidential palace to protest civilian interference in army affairs, and aimed the cannon muzzle in the palace.

produksi intelijen tersebut. Cara pandang pimpinan terhadap ancaman juga menjadi variabel produk intelijen tersebut digunakan atau tidak atau bisa karena perbedaan pandangan politik si pembuat kebijakan.

Sebagai pengambil kebijakan pada degree daerah, Hasto memahami fungsi intelijen sehingga bisa memanfaatkan produk intelijen tersebut untuk menunjang tugas-tugasnya sebagai kepala daerah.

Diskusi ini menekankan urgensi reformasi intelijen Indonesia. Pentingnya pengawasan yang akuntabel, pengelolaan sumber daya manusia yang profesional, serta peningkatan teknologi intelijen yang mandiri harus terus diperkuat.

Rekrutmen dan kultur intelijen harus sesuai dengan standar internasional. Profesionalisme dan independensi akan menjadi kunci keberhasilan intelijen di masa mendatang. Agar efektif, intelijen harus bekerja dalam bayang-bayang dan tidak terlalu banyak diungkap di masyarakat.

Report this wiki page